bintangtimurnews.com
Radikalisme dan terorisme merupakan ancaman yang terus mengintai, terutama bagi generasi muda yang rentan terhadap pengaruh ideologi ekstrem. Penangkapan seorang terduga teroris berinisial HOK di Kota Batu, Jawa Timur, yang diduga sedang merencanakan aksi teror, menunjukkan bahwa proses radikalisasi pada generasi muda dapat terjadi dengan cepat dan tanpa terdeteksi oleh lingkungan sekitar.
Noor Huda Ismail, pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, menegaskan bahwa menjaga generasi muda dari swa-radikalisasi memerlukan pendekatan komprehensif serta sinergi antara berbagai pihak, termasuk keluarga, masyarakat, dan negara. “Sebagai upaya pencegahan terhadap swa-radikalisasi di kalangan generasi muda, peran keluarga yang proaktif dalam menanamkan literasi digital yang baik sangat penting. Selain itu, penyebaran narasi positif yang konsisten dan penegakan hukum yang tegas menjadi faktor kunci dalam membentuk generasi muda yang tahan terhadap ideologi transnasional,” ujar Noor Huda pada Kamis, 8 Agustus 2024.
Ia menjelaskan bahwa gejala radikalisasi pada individu atau kelompok tertentu dapat dikenali melalui tiga aspek yang dikenal sebagai konsep 3N: needs (kebutuhan), network (jaringan), dan narration (narasi).
“Pertama, kebutuhan. Individu yang terpapar mungkin sedang mencari identitas, mengalami kebingungan, atau memiliki keinginan untuk dihormati. Pemenuhan kebutuhan emosional ini dapat menjadi pintu masuk bagi kelompok radikal,” jelas Noor Huda.
“Kedua, jaringan. Jangkauan ideologi transnasional kini semakin meluas. Jika dulu jaringan kelompok radikal terorisme terbatas pada pertemuan fisik seperti di pesantren atau pengajian tertentu, sekarang orang bisa menjadi radikal hanya dengan mengakses informasi dari ‘syaikh’ Google. Ini adalah tantangan baru,” lanjutnya.
“Ketiga, narasi. Kesiapan keluarga dalam menyikapi narasi intoleran akan menentukan seberapa besar resistensi Indonesia terhadap paham radikal dan terorisme. Generasi muda harus memahami sejak dini bahwa tidak semua informasi di internet dapat dipercaya,” kata Noor Huda.
Semua ini merupakan tantangan besar bagi setiap lapisan masyarakat di Indonesia, dimulai dari keluarga. Meskipun penangkapan terduga teroris di Batu berhasil dilakukan berkat kerja cepat aparat penegak hukum, ini hanyalah bagian kecil dari masalah yang lebih besar.
“Kita harus mengapresiasi aparat penegak hukum yang berhasil menangkap terduga teroris sebelum mereka melancarkan aksinya. Namun, kita juga harus memahami bahwa penangkapan ini hanya seperti puncak gunung es. Kejadian serupa sangat mungkin terjadi kembali,” ungkap Noor Huda.
Sebagai peraih gelar Ph.D dari Monash University, Noor Huda menambahkan bahwa radikalisme dan ekstremisme bukan hanya masalah lokal, tetapi juga global. Ini terlihat dari meningkatnya kerusuhan di Inggris dan serangan terhadap masjid-masjid di sana. Fenomena destabilisasi sosial-politik dengan skala internasional ini dapat diminimalisir dengan memahami hubungan antara dunia online dan offline dalam penyebaran ideologi radikal. Misinformasi dan disinformasi yang tersebar melalui media sosial menjadi salah satu faktor utama dalam proses swa-radikalisasi atau radikalisasi mandiri.